Thursday 17 November 2016

KAJIAN ORIENTALIS

BAB I

PENDAHULUAN

Kajian orientalis begitu menarik perhatian kalangan muslimin khususnya kaum pelajar al-Qur’an. Di era kemajuan barat membuat perhatian tersorotkan pada negara-negara di sebelah barat. Tentu hal ini mewarnai suasana kehidupan yang berbeda dari sebelumnya dimana kaum muslimin yang berdominasi mendiami zona bagian timur.

Ketika perang salib berakhir banyak dari kalangan orientalis melakukan kajian ketimuran dengan penuh semangat dan perjuangan. Tentu ini disertai berbagai motiv yang mendorong mereka. Mereka rela dengan berbagai cara untuk memperoleh pemahaman sebanyak-banyaknya tentang kajian ini.

Dengan kerja keras penuh ketekunan mereka berhasil memberikan cahaya yang menyinari kegelapan dunia barat sampai sekarang. Berbagai karya mereka torehkan sebagai sumbangan demi terwujudnya perubahan. Dan kini mulai terbukti bagaimana mereka bisa membuktikan kepada dunia bahwa kemajuan teknologi dan informasi menjadi bukti konkret akan kemajuan yang mereka capai.

Di sisi lain, kejumudan dan keterbelakangan terus menyelimuti umat islam yang awalnya justru dijadikan teladan dan rujukan kaum orientalis. Kini umat muslim hanya bisa menggigit jari saja melihat keterpurukan dan keterbelakangan yang mereka alami dalam berbagai aspek kehidupannya. Ada apa sebetulnya yang terjadi?

Definisi

Dalam bahasa arab, kata orientalisme dikenal dalam bahasa arab dengan sebutan istisyraq (استشراق) berasal dari kata استشرق yang terambil dari kata شرق yang artinya terbit atau menghindarkan diri dari sesuatu karena takut terbakar oleh panasnya[1]. Kata tersebut pun diartikan tempat terbitnya matahari[2]. Adapun pendapat Sayyid Muhammad Al-Syahid memberikan pemaknaan terbit, bersinar, cahaya, dan petunjuk. Dan ini sesuai dengan kenyataan bahwa belahan dunia yang  dijadikan objek dunia timur memberikan penerang dan petunjuk bagi dunia yang dianggap barat[3]. Tetapi ketika dimasukan huruf alif, sin, dan ta maka maknanya talab al-syurq. Tentu makna talab al-syurq itu bukan meminta terbitnya matahari, melainkan menuntut keilmuan dunia timur, sastra, agama, dan bahasanya. Dan mungkin inilah pemahaman secara literal bahasa arab[4].

Sedangkan makna orientalisme sendiri berasal dari dua kata orient dan isme yang diambil dari bahasa Latin yaitu Oriri yang berarti terbit. Dalam bahasa Prancis dan Inggris orient berarti direction of rising sun (arah terbitnya matahari dari belahan bumi timur)[5]. Secara secara geografis makna orient berarti dunia belahan timur atau bisa diartikan bangsa-bangsa belahan timur. Secara luas kata orient juga berarti wilayah yang membentang luas dari kawasan Timur Dekat (Turki dan sekitarnya) hingga Timur Jauh (Jepang, Korea, Cina), dan Asia Selatan hingga republic-republik muslim bekas Uni Soviet, serta kawasan timur tengah hingga Afrika Utara. Lawan kata dari orient adalah occident yang berarti arah tenggelamnya matahari di bumi bagian barat.

Sedangkan istilah -isme berasal dari bahasa belanda atau isma dalam bahasa latin atau ism dalam bahasa Inggris yang berarti sebuah doktrin, teori sistem atau pendirian, ilmu paham keyakinan, dan sistem. Jadi menurut bahasa orientalisme dapat diartikan sebagai ilmu tentang ketimuran atau studi tentang dunia ketimuran. Secara terminologis, istilah orientalisme mengandung banyak pengertian. Pengertain sederhana adalah suatu bidang kajian keilmuan, atau dalam pengertian sebagai suatu cara motodologi yang memiliki kecenderungan muatan intergral antara oriental dengan kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan untuk menguasai dan memanipulasi bahkan mendominasi dunia timur[6].

Malik bin Al-Hajj Umar mengatakan bahwa orientalis itu ialah para penulis barat yang menulis pemikiran islam serta kebudayaannya[7].

Bisa disimpulkan bahwa orientalisme itu merupakan bidang kajian ketimuran yang memiliki tujuan untuk memperoleh pemahaman, kekuasaan, atau melakukan eksploitasi terhadap negara-negara di belahan dunia timur khususnya negara-negara islam melalui berbagai cara yang diwujudkan dengan berbagai karangan-karangan ilmiah dan perolehan kekayaan yang melimpah.

Sejarah

Tidak ada sumber yang menerangkan waktu maupun tempat secara pasti kaum orientalis memulai kajian keilmuan timur. Namun beberapa biarawan eropa mulai menggeluti ilmu-ilmu ketimuran ketika masih berjayanya islam di Andalusia (Spayol) dengan semangat dan giat di pertengahan abad ke-12. Mereka terus mencari rahasia kemajuan dan kegemilangan yang diperloleh kaum muslimin. Dan rahasianya ialah al-Qur’an. Sejak itulah banyak para rahib dan pastur mengirim anak-anaknya untuk dididik dalam memahami keilmuan agama, al-Qur’an dan buku-buku berbahasa arab dan berusaha menerjemahkan ke dalam bahasa mereka, sampai berguru pada ulama-ulama muslimin dalam berbagai keilmuan khususnya ilmu-ilmu murni, kedokteran, dan filsafat[8].

Dari sekian banyak para pendeta yang belajar, Jerbert lah yang pertama kali bermukim di Andalusi pada tahun 999 M setelah studinya di institut-institut Andalusia. Disusul oleh Pierrele Aenere (1092-1156 M) dan Gerard de Gremone (1114-1187 M).

Meskipun usaha mereka ini masih belum tersusun sistematis[9], dari sanalah mereka mulai mengembangkan keilmuan yang mereka dapatkan dengan kembali ke negaranya masing-masing. Di negaranya itu mereka pun mendirikan sekolah-sekolah yang mengkaji pengajaran bahasa arab seperti Madrasatul-Arabiyyah yang digunakan untuk memahami karangan-karangan berbahasa arab yang mereka terjemahkan ke dalam bahasa latin yang digunakan sebagai bahasa ilmu pengetahuan mereka di kala itu. Sehingga pada tahun 1143 M Robert Catton berhasil menerjemahkan al-Qur’an pertama kali ke dalam bahasa inggris. Bahkan tidak jarang mereka melahirkan ilmu-ilmu baru yang belum ada sebelumnya dari kajian ketimuran tersebut[10].

Universitas-universitas di kala itu pun mengambil sumber rujukannya dari referensi-referensi asli berbahasa arab. Dan hal ini terus berlanjut sampai sekitar 6 abad lamanya. Tidak sampai di sana, kajian islam dan bahasa arab terus mereka dalami sampai munculnya kolonialisme barat (abad ke-18).

Upaya-upaya mereka pun terus tidak berhenti begitu saja. Mereka mengumpulkan manuskrip-manuskrip islam di kala dunia muslim sedang dilanda kegelapan di bawah kolonialisme barat. Mereka membeli kitab-kitab karangan muslimin bahkan merampasnya, lalu dikaji dan disimpan di perpustakaan yang mereka miliki. Dan ini terus mereka kembangkan dengan menerjemahkan dan mengarang berbagai buku yang mereka ambil sumbernya dari buku rujukan karya umat muslimin. Sampai abad ke-19 saja berbagai buku mencapai 1200 jilid. Dan langkah-langkah seperti ini mereka terus lakukan hingga saat ini.

Motif Dan Tujuan Kajian Orientalis

Upaya-upaya yang dilakukan orientalis dalam mempelajari ketimuran memiliki motivasi sebagai berikut[11].

Dorongan ajaran agama (Gospel)

Sudah diketahui bahwa awal pertama kali bangsa barat yang mengkaji ketimuran berdasarkan keterangan yang ditemukan ialah kalangan pendeta dan misionaris agama. Mereka dengan gigih mengkaji ketimuran bahkan sampai sekarang ini. Dalam kajian islam, mereka gigih mempelajarinya untuk menghuncurkan ajaran ini dan berupaya melakukan distorsi kebenaran yang datang dari dunia islam. Tujuannya agar dunia barat memandang sebagai ancaman bagi agama masihiyyah (kristen) yang mereka anuti sehingga islam tidak berhak untuk menyebar di jagat raya ini.

Dorongan kekuasaaan (Glory)

Dengan berakhirnya perang salib yang dimenangkan oleh kaum muslimin, tidak membuat putus asa bagi kalangan barat untuk terus menguasai negara-negara timur, khususnya negara-negara islam. Mereka berupaya keras dengan segala cara agar dapat menundukan negara yang mereka inginkan. Mereka upayakan demi memperoleh kekuasaan dan kejayaan dengan mempelajari negeri jajahan mereka masing-masing baik dari segi akidah, adat istiadat, pola hidup, maupun peninggalan kebudayaannya.

Selain itu, kebencian yang mereka pendam terhadap kaum muslimin terus menggebu. Apalagi setelah kekalahan dalam perang salib. Mereka pun menginginkan umat islam berpecah belah, sebagaimana yang diutarakan oleh orientalis bernama Lawrance Brown, “Ketika umat islam bersatu di zaman dinasti-dinasti arab, ini menjadi ancaman bagi dunia lain meskipun belahan dunia lain memperoleh kenikmatan akan hadirnya peradaban islam. Adapun jika mereka berpecah-belah, tentu ini tidak akan ada pengaruh apapun bahkan tidak berdaya.”[12]. pendapat lainnya yang dilontarkan oleh Pastur Calhoun Simon mengatakan keinginannya untuk memisahkan kaum muslimin dengan mengutip pendapatnya Brown , “Persatuan umat muslim itu merupakan harapan besar dan mampu melepaskan belenggu kekuasaan Eropa. Oleh karena itu misi ini begitu penting dalam mendobrak senjata pergerakan kaum muslimin. Karena misi (orientalis) ini untuk mewujudkan cahaya baru di Eropa, dan peniadaan pergerakan islam inilah menjadi salah satu unsur pokoknya”

Dorongan Bisnis Perdagangan untuk Memperoleh Kekayaan (Gold)

Keingingan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, mereka berupaya memperoleh bahan baku yang lebih murah dan menjualnya dengan harga yang tinggi di pasaran sehingga bisa merugikan perusahaan setempat. Mereka pun tidak tanggung-tanggung mengeruk kekayaan alam daerah jajahan.

Dorongan Politik

Kepentingan politik ini masih kita rasakan sampai sekarang ini. Mereka memiliki kedutaan besar di setiap negera guna mengawasi perkembangan di setiap negera yang pernah mereka singgahi. Tentunya yang andil untuk menjadi duta besar itu haruslah faham dan mahir dalam keilmuan daerah setempat, khususnya di negera-negara islam mereka harus menguasai bahasa arab. Dengan kemahiran kaum oriental inilah khususnya dalam persuratkabaran, mereka bisa berkomunikasi dari segi politik yang diinginkan oleh negera tersebut. Dan ini memiliki pengaruh besar dalam memecah-belah dunia arab dan dunia islam agar dapat menguasai dan memperoleh kejayaan di belahan dunia arab.

Motivasi Ilmu Pengetahuan

Motivasi ini hanya dimiliki sebagian kecil golongan barat yang betul-betul ingin mengetahui kebudayaan, agama, dan bahasa setiap umat. Bahkan di antara golongan yang mencintai keilmuan pun ada yang melenceng dan bersikap subektif dalam memahami islam dan warisannya. Karena ada motiv lain yang mereka emban, yakni melakukan tipu daya dan pendistorsian kebenaran. Kecuali mereka yang memperoleh hidayah dari Allah, mengimaninya dibarengi dengan kajiannya yang penuh ikhls tanpa disertai hawa nafsu.

Adapun tujuan mereka dalam mempelajari dunia belahan timur adalah sebagai berikut.[13]

Tujuan Kepentingan ilmiyyah, yaitu dengan melakukan keraguan pada keabsahan risalah dan sunnah Nabi SAW dan sumbernya (Allah), membuat keingkaran akan kenabian Rasulullah SAW dan ajarannya, membuat keraguan akan pentingnya memahami islam,  serta menimbulkan keraguan akan kemampuan berbahasa arab sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Tujuan Kepentingan Agama dan Politik, yaitu dengan menimbulkan keraguan di kalangan kaum muslimin akan Nabi SAW, qur’an, syari’at, dan ilmu fiqih mereka; meragukan dan melemahkan kepercayaan terhadap nilai peninggalan kebudayaan kaum muslimin; serta melemahkan semangat solidaritas dan ukhuwah islamiyyah di antara kaum muslimin.
Tujuan Penelitian dan Observasi Keilmuan, yakni betul-betul untuk mengkaji dan mempelajari peninggalan keilmuan yang memperkaya khasanah kebudayaan dunia timur.
Untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, mereka melakukan upaya-upaya sebagai berikut[14].

Mengarang berbagai buku yang bermacam-macam judul tentang kajian islam, pandangan islam, Nabi Muhammad, dan al-Qur’an. Namun kebanyakan kitab-kitab tersebut mengutip dari manuskrip islam dengan menghapus, menyembunyikan dan merubah keterangan yang tertera tanpa bisa dipertanggung jawabkan sehingga tidak sesuai dengan teks asli.

Menerbitkan majalah-majalah tertentu dengan kajian seputar islam, negara-negara islam, dan bangsanya.

Mengirim misi kemanusiaan kepada negara-negara islam seperti rumah sakit, sekolah-sekolah, club-club, kamp pengungsi, panti asuhan, dan tempat-tempat jamuan seperti cape dan sebagainya.

Seminar di setiap universitas dan tempat-tempat kajian ilmu

Makalah-makalah dan artikel-artikel daerah yang diedarkan berdasarkan pandangan kalangan orientalis sendiri.

Mengadakan kongres untuk merancang langkah-langkah di lapangan. Dan ini masih mereka lakukan sampai sekarang semenjak tahun 1783 M.

Menyusun ensiklopedi islam

Ruang Lingkup

Kajian orientalis ini terus berkembang sejalan dengan kolonialisme yang dilakukan bangsa eropa (barat) terhadap dunia timur. Kajiannya meliputi kepercayaan-kepercayaan bangsa timur, adat istiadat, kebudayaan, ilmu bumi (geografi), tradisi-tradisi, dan bahasa yang digunakannya.[15]

Manfaat

Kaum orientalis ini memberikan beberapa manfaat  dalam peradaban dunia di antaranya[16] :

Memberikan kontribusi ilmu pengetahuan yang mereka lahirkan dari sumber-sumber ketimuran khususnya pengetahuan islam. Mereka tekun dan giat menekuni kajian ini sehingga menghasilkan berbagai karya yang mereka serap dari sumber-sumber asli diantaranya Alfred Guillaume dengan bukunya The Legacy of Islam, Alloys Sprenger dalam buku qur’an haditsnya Das Leben und die Lehre des Mohammad, Gregor Schoeler dengan karyanya yang fenomenal di kalangan orientalis berjudul The Oral and the Written in Early Islam dan lain sebagainya.

Ada kegembiraan bahwa dunia barat mulai mengenal peradaban islam yang sudah maju. Ini tentunya dikenalkan lewat kegigihan dan keuletan para orientalis yang berlaku objektif melakukan penerjemahan dan kajian keislaman untuk dinikmati oleh dunia barat. sehingga dapat mencegah dunia barat dari warisan kebodohan dan kehinaan

Kemajuan-kemajuan yang dirasakan abad ke-20 sampai sekarang ini juga merupakan dibuka oleh kalangan orientalis seperti رينو  yang berhasil menerjemahkan ilmu geografinya Abu Fida di pertengahan abad yang lalu, سيدييو yang gigih mempelajari illmu falaq (perbintangan) dan arsitek seumur hidupnya, dan lain-lain[17].

Metode Penelitian Dan Penyebaran Kajian Orientalis

Metode-metode Orientalis dalam studi islam diantara yaitu melalui;

Pendekatan Teologis, pendekatan ini adalah dengan cara menggunakan agama Yahudi dan Kristen sebagai kriteria dasar dalam menilai Islam, di antara tokohnya yang popular adalah, Johannes dari Damaskus dan Petrus Venerabilis. Pendekatan ini dimulai sejak lahirnya islam sampai ± 150 tahun.
Pendekatan Historis (Historical approach)

Pendekatan Historis sering dilakukan oleh kaum orientalis untuk memutarbalikan fakta. Dengan upaya ini mereka dapat mengelabui pembaca saat menerima informasi dari kajian mereka. Contohnya yang dilakukan oleh John Wansbrough. Dia melakukan pendekatan histori yang mengaitkan kepada agama-agama dan tradisi sebelum islam datang. Menurut anggapannya, islam dipengaruhi oleh budaya dan ajaran yang sudah ada dikala islam belum datang. Buktinya menurut dia, adanya kesamaan Al-Qur’an dengan kitab-kitab sebelumnya. Dan dia selalu mengaitkan dan mengajukan pertanyaan yang penting dan tidak bisa digunakan dalam studi islam, yaitu “What is the evidence?” (Apa buktinya).  Sebegai contoh konkretnya, bukti apa yang kita miliki untuk menunjukkan akurasi historis terhadap kebenaran Al-Qur’an yang dikompilasi setelah wafatnya rasul. [18]

Dalam hal ini orientalis tidak hanya mengkaji pemikiran-pemikiran tokoh Islam, tetapi juga sejarah hidupnya yang biasanya dipenuhi dengan pemiliihan data-data yang lemah dan intrepretasi data yang mengada-ada.

Pendekatan Historis ini bermula pada paruh abad ke-19 yang diprakarsai oleh seorang tokoh Yahudi liberal, Abraham Geiger dengan menulis “Was Hat Mohammed Aus Jem Judenthume Aufgenommen” (apa yang dipinjam Muhammad dari Yahudi) (1833), Gustav Weil (1843), Marthin Luther (8144). Andrew Rippin, Ignaz Goldziher “Islam bukan dari wahyu, tetapi dari pengaruh asing khususnya dari Yahudi-Kristen”. Pendekatan sejarah ini umumnya dilakaukan oleh tokoh-tokoh Yahudi yang berpandangan bahwa Yahudi adalah agama sejarah.

Pendekatan perbandingan

Dalam pendekatan ini, umumnya mereka mengangkat perbandingan antara Yahudi-Kristen dan Islam tanpa menyalahkan satu atau yang lainnya, dimensi yang diangkat antara lain perbedaan struktur, perkembangan aliran, isu-isu etika, pemikir individu, tradisi lisan ke tulisan.

Pendekatan ilmiah

Pendekatan ini dilakukan dengan cara mengkaji islam, seperti yang dilakukan oleh WC. Smith. Yang menulis “a Personality Intrepetation of Islamic life and thought”. Pendekatan orientalis terakhir ini semakin baik, karena mereka memahami Islam tidak lagi berdasarkan kecurigaan. Namun berdasarkan apa yang mereka pelajari tentang Islam. Namun pendekatan ini tidak terlepas dari praduga dan asumsi yang terlebih dahulu telah ada, yaitu:

Gagasan tentang islam, positif ataupun negative dan ideology yang mereka yakini

Masyarakat dan Negara, di mana sarjana orientalis berkembang akan mempengaruhi pola fikir

Pra-asumsi personal

Keingintahuan

Dengan kesungguhan orientalis dalam mengkaji islam, sampai-sampai mereka mampu menerbitkan Ensiklopedi Islam yang ditulis selama ±40 tahun.



Fase Perkembangan Orientalisme


Minat orang-orang barat untuk meneliti masalah-masalah ketimuran sudah berlangsung sejak abad pertengahan, mereka melahirkan sejumlah karya- karya yang menyangkut masalah ketimuran. Dalam rentang waku antara abad pertengahan sampai saat ini, secara garis besar orientalis dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu (1) fase, atau masa sebelum meletusnya perang salib disaat umat islam berada dalam zaman keemasannya, (2) masa perang salib sampai masa pencerahan di Eropa, dan (3) munculnya masa pencerahan atau perkembangan di Eropa sampai sekarang. Dalam kesempatan ini, kami akan menguraikan masalah yang ketiga.

Masa pencerahan atau perkembangan orientalisme


Pada masa perkembangan ini kekuatan rasio mulai meningkat, dimana sebuah tulisan yang dibutuhkan adalah objektif, bukan mengada-ada. Mulailah muncul karya-karya mengenai islam yang mencoba bersifat  positif, misalnya tulisan Voltaire (1684-1778), tulisan-tulisan mereka mengenai islam mulai ada penghargaan terhadap Nabi Muhammad saw, Alquran serta ajaran-ajarannya[19]. Setelah masa perkembangan ini datanglah masa kolonialisme. Orang-orang barat datang ke dunia Islam untuk berdagang dan kemudian juga untuk menundukan bangsa-bangsa timur, termasuk agama dan kultur mereka, karena dengan ini hubungan menjadi lancer dan mereka lebih mudah di tundukan.

Klasifikasi Orientalis


Jika diklasifikasi berdasarkan Sikapnya Terhadap Islam[20]

Golongan orientalis yang tidak memiliki kepahaman bahasa dan balaghah yang  mendalam, dengan sebab-sebab demikian kesalahan dari mereka dalam memahami nas-nas dan istilah-istilah balaghah dan bayan, golongan ini sangat banyak, mereka datang membawa urusan yang rumit, mereka memalingkan tujuan-tujuan nash dari kebenarannya

Golongan atau kelompok yang mempengaruhi dalam kajian mereka untuk kepentingan politik dan panatisme agama (misionaris) atau zionisme, mereka mengarahkan hakikat-hakikat dan menafsirkannya sesuai dengan maksud dan tujuan mereka

Golongan orientalis yang diberi keluasan ilmu dan menekuni bahasa arab, ikhlas dalam penelitian, adil, memurnikan dari keinginan hawa nafsu, kajian mereka mendapatkan hasilnya atau buahnya, diantara mereka ada yang sampai mendapat cahaya islam, dia berkata dalam islam terdapat kebenaran , tapi dia belum islam, kelompok ini terbagi menjadi dua (2), yaitu

Diantara mereka ada yang terpancar islam dengan kebenaran-kebenarannya dan sampai kepada hatinya cahaya iman

Diantara mereka  yang sebatas pikiran atau logikanya membenarkan kajian-kajiannya tentang islam
Kelompok yang menjelaskan tujuan puncak, mereka meletakan kaidah secara menyeluruh, kemudian memulai dengan mengumpulkan pengetahuan baik dari sumber-sumber asli atau tidak asli, mereka membawa dalil-dalil dari buku-buku, atau kitab-kitab yang langka, lawakan-lawakan, serta dari kitab hewan.

Kelompok mereka yang yang mendorong untuk mempelajari ilmu secara mendalam, mereka mencurahkan dengan sungguh-sungguh dalam mempelajari ketimuran secara umum dan mempelajari islam secara khusus, tampak pada mereka kajian yang baik, mereka mentahkik dari kitab-kitab klasik, mereka mengarang karya-karya sehingga untuk selanjutnya menjadi rujukan atau referensi untuk keturunannya dan bahkan orang-orang islam[21].


DAFTAR PUSTAKA

Al-Bahiy, Muhammad. Al-Mubasyirun Wa Al-Mustasyriqun Fi Mauqifihim Min Al-Islam. Maktabah Syamilah.

Ali, Abu Al-Hasan Al-Husna Al-Nadwi. 1986.  Al-Islamiyyat Baina Kitabat Al-Mustasyriqin Wa Al-Bahitsin Al-Muslimin. Muassasah Al-Risalah.

Al-Istisyraq. Maktabah Syamilah

Al-Munjid Fi Al-Lughah. Al-Maktabah Al-Syarqiyyah : Bairut

Al-Siba’i, Mustafa. Al-Istisyraq Wa Al-Mustasyriqun Ma Lahum Wa Ma ‘Alaihim. Dar Al-Warraq.

Darmalaksana, Wahyudin.  Hadits Dimata Orientalis Telaah Atas Pandangan Ingaz Goldziher Dan Joseph Schacht. Benang Merah Press: Bandung

Dhahiru Intisyar Al-Islam Wa Mauqifu Ba’dhi Al-Musytariqin Fiha, hal. 55

Malik bin Al-Hajj Umar. 196. Intaj Al-Mustasyriqin wa Atsaruhu fi Al-Fikr Al-Islami Al-Hadits. Dar Al-Irsyad

 Rahim, Abdur. Makalah Sejarah Perkembangan Orientalisme (Pdf)

Rifa’i, Zuhdi. Mengenal Ilmu Hadits Menjaga Kemurnian Hadits Dengan Mengkji Ilmu Hadits. Al-Ghuraba: Jakarta

Syarifuddin, Anwar.  Makalah Kajian Orientalis. UIN Syarif Hidayatullah

Umar bin Ibrahim Ridwan. 1992. Ara Al-Mustasyriqin Haula Al-Qu’an Al-Karim Wa Tafsirih. Daru Toyyibah : Riyadl

[1] Al-Munjid Fi Al-Lughah, Al-Maktabah Al-Syarqiyyah : Bairut, hal. 384

[2] Dhahiru Intisyar Al-Islam Wa Mauqifu Ba’dhi Al-Musytariqin Fiha, hal. 55

[3] Al-Istisyraq, Maktabah Syamilah, hal. 2

[4] ibid

[5]Wahyudin Darmalaksana,Hadits Dimata Orientalis Telaah Atas Pandangan Ingaz Goldziher Dan Joseph Schacht,(Bandung:Benang Merah Press),hal.51
[6] Zuhdi Rifa’i,Mengenal Ilmu Hadits Menjaga Kemurnian Hadits Dengan Mengkji Ilmu Hadits,(Jakarta:Al-Ghuraba),hal. 70

[7] Malik bin Al-Hajj Umar, Intaj Al-Mustasyriqin wa Atsaruhu fi Al-Fikr Al-Islami Al-Hadits, Dar Al-Irsyad, 1969, hal. 5

[8] Mustafa Al-Siba’i, Al-Istisyraq Wa Al-Mustasyriqun Ma Lahum Wa Ma ‘Alaihim, Dar Al-Warraq, hal. 17

[9] Kaum orientalis menyusun kajian keilmuan secara sistematis baru lahir pada abad ke-16

[10] Abu Al-Hasan Ali Al-Husna Al-Nadwi, hal.13
[11] Mustafa Al-Siba’i, hal. 19

[12] Muhammad Al-Bahiy, Al-Mubasyirun Wa Al-Mustasyriqun Fi Mauqifihim Min Al-Islam, Maktabah Syamilah, hal. 6

[13] Mustafa Al-Siba’i, hal. 25                

[14] Mustafa Al-Siba’i, hal. 33

[15] Mustafa Al-Siba’i, hal.19
[16] Abu Al-Hasan Ali Al-Husna Al-Nadwi, Al-Islamiyyat Baina Kitabat Al-Mustasyriqin Wa Al-Bahitsin Al-Muslimin, Muassasah Al-Risalah, 1986, hal.13
[17] Malik Bin Al-Hajj Umar, hal. 7

[18] Anwar Syarifuddin, Kajian Orientalis, UIN Syarif Hidayatullah, hal. 95

[19] Abdur Rahim, makalah sejarah perkembangan orientalisme

[20] Umar bin Ibrahim Ridwan, Ara Al-Mustasyriqin Haula Al-Qu’an Al-Karim Wa Tafsirihi,. Daru Toyyibah, Riyadl. Cet. ke-1, 1992.  Juz I. Hlm. 73-75.

[21] Umar bin Ibrahim Ridwan, hlm. 75.

https://rifqisururi.wordpress.com/2013/11/21/kajian-orientalis/

No comments:

Post a Comment